Oleh: Gun Gun Heryanto
(Telah dimuat di Harian SINDO, 3/12/2009)
Politik tak lepas dari momentum, ruang waktu yang menjadi penanda kapan dan bagaimana kepentingan diartikulasikan. Situasi dinamis yang senantiasa menjadi rumusan paling absah dalam meracik strategi politik para aktor.
Momentum inilah yang kini dimiliki DPR. Lembaga politik ini secara resmi telah mengesahkan hak angket untuk pengusutan kasus Bank Century pada sidang paripurna 1 Desember lalu.Pengumuman siapa saja yang masuk menjadi panitia hak angket Bank Century rencananya diumumkan pada Jumat (4/12). Inilah kali pertama mereka mencoba melintasi fragmentasi kekuatan politik yang ada, dalam satu bingkai kasus besar yang sama setelah dilantik menjadi anggota DPR periode 2009–2014.
Modal Dukungan
Hak angket Bank Century, jika dikelola dengan baik dan memenuhi harapan publik, tentu akan menjadi momentum bagi reformulasi citra dan kehormatan anggota DPR. Paling tidak terdapat empat modal utama yang kini dimiliki DPR agar senantiasa mau dan mampu menjaga kualitas pansus hak angket Century ini.
Pertama, tercapainya dukungan luas di internal anggota DPR. Setelah Tim 9 meretas jalan guna memperoleh dukungan,kini mayoritas anggota DPR, termasuk dari Partai Demokrat, telah mendukung, meskipun dengan motif yang berbeda-beda. Dukungan ini menjadi modal awal yang penting dalam menjaga setiap tahapan kerja pansus yang diprediksi akan berjalan panjang dan alot.
Kedua, munculnya dukungan dari tokoh masyarakat, kelompok penekan (pressure group), serta kelompok kepentingan (interest group).Para inisiator cukup sukses memberi kesan kepada publik bahwa upaya mereka direstui oleh para tokoh senior negeri ini. Sebut saja nama-nama seperti Gus Dur, Amien Rais, Megawati, A Syafii Maarif,Hasyim Muzadi,Din Syamsuddin, dll, yang secara gamblang menyatakan dukungan mereka atas upaya pengusutan hak angket Bank Century. Dukungan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) dan organisasi intra maupun ekstra kampus pun kian hari kian masif dan intensif.
Ketiga, modal publisitas yang memadai dari media massa dan media jejaring sosial (social network). Kita melihat ada kecenderungan persepsi positif dari berbagai media massa,baik cetak, elektronik, maupun new media (internet) terkait dengansetiappemberitaan mengenai hak angket Bank Century ini. Modal opini publik ini tak bisa dianggap remeh,karena berbagai news framing yang dikemas dan didistribusikan oleh media berpengaruh dalam menaikkan dan menurunkan citra seseorang atau sekelompok orang.Begitu pun kohesivitas dalam berbagai situs jejaring sosial seperti di Facebook dan Twitter cenderung lebih banyak mendukung hak angket Bank Century.Muncul fenomena konvergensi simbolik di antara sesama pengguna situs jejaring sosial, hingga mereka lebih diperteguh untuk bersama-sama dalam gerakan memberi dukungan misalnya terlihat dalam grup facebook “1.000.000 Pendukung Hak Angket Century”.
Keempat, adanya peneguhan (reinforcement) atas dugaan ketidakberesan dalam kasus Bank Century dari temuan audit investigatif BPK serta laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). BPK menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses penetapan dan penyaluran dana dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sementara PPATK hingga Senin (23/11) sudah menerima 50 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari 10 penyedia jasa keuangan.Temuan dan laporan tersebut memperteguh para pendukung hak angket Bank Century untuk menempatkan hal ini sebagai prioritas agenda kerja.
Dialektika Rasional
Jalan panjang dan terjal masih akan dilalui Pansus Hak Angket Bank Century.Oleh karena itu saatnya para pendukung mengoptimalkan peran-peran mereka.Terkait dengan hal ini,ada sejumlah catatan yang perlu penulis sampaikan kepada para anggota DPR pendukung hak angket Bank Century.
Pertama, jangan biarkan momentum kasus ini lewat tanpa hasil apa pun. Jika DPR mampu membuka ini, maka rakyat akan memberi apresiasi yang sangat positif.Tidak banyak waktu yang dimiliki oleh para pendukung hak angket Bank Century.Terlebih jika mengacu pada aturan tentang hak angket, Pasal 181 UU No 27/2009 tentang MPR,DPR dan DPD.Pasal tersebut menyatakan bahwa panitia angket melaporkan pelaksanaan tugas kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari. Buktikan bahwa dalam waktu dua bulan ada kemajuan signifikan dalam mengurai benang kusut aliran dana Bank Century ini.
Kedua, harus hatihati dalam menyeleksi siapa saja yang layak menjadi anggota pansus pelaksanaan hak angket yang menurut UU No 27/2009 maksimal 30 orang dan keanggotaannya diatur secara proporsional. Jika skema proporsional dipahami dalam konteks kuantitas, maka sudah barang tentu Partai Demokrat akan memperoleh jatah 8 orang,Golkar 6 orang,PDIP 5 orang,PKS 3 orang.PAN,PPP,dan PKB masing-masing mendapat jatah 2 orang; Gerindra dan Hanura masing-masing satu orang.Dengan demikian pertarungan dalam penguasaan pimpinan pansus akan menjadi hal yang strategis guna mengawal keberlangsungan hak angket ini ke depan.Keseluruhan anggota pansus mesti figur yang tidak menimbulkan resistensi di masyarakat. Itu penting untuk menunjukkan bahwa pansus akan bekerja sungguh-sungguh untuk rakyat, bukan parodi yang telah diatur oleh sutradara.
Ketiga, sebaiknya pansus nanti bisa lebih produktif bekerja mengungkap kasus ini. DPR hingga saat ini masih memiliki track recordyang kurang mengesankan mengenai hal ini.Sebagai catatan dalam menjalankan fungsi pengawasan, misalnya, DPR periode 2004–2009 tampak kedodoran.Hanya ada dua hak angket yang cukup tuntas, yaitu hak angket kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak angket kasus penjualan tanker Pertamina. Padahal, tak kurang dari delapan hak angket yang diajukan.Kondisi yang sama terjadi dalam hak interpelasi.
Dari 9 hak interpelasi yang dibuat, hanya 4 yang tuntas,yakni persetujuan atas resolusi Dewan Keamanan PBB No 1747, kasus Lapindo, busung lapar, dan kasus harga bahan pokok. Faktor-faktor potensial yang memungkinkan jadi penghambat produktivitas antara lain kapasitas anggota pansus tidak mumpuni dalam masalah yang ditangani, tidak adanya political will untuk menuntaskan masalah,serta munculnya resistensi publik atas orang-orang “titipan” yang mungkin akan menyelinap dalam pansus. Keempat, jangan sampai para pendukung hak angket Bank Century tergoda dalam jebakan pragmatisme politik.
Bisa saja mereka mendukung karena sekadar ingin menjadikan pejabat-pejabat tertentu sebagai sasaran bidik,hingga menaikkan posisi tawar kelompok mereka dalam lingkar kekuasaan atau memunculkan peluang praktik suap. Jika motif rasional-pragmatis ini yang dipertontonkan,tentu saja citra DPR akan makin terpuruk. Padahal,harapan kita tentu saja hak angket Century ini bisa menjadi kotak pandora bagi persoalan terkait lainnya. Dalam mengemban tugasnya nanti Pansus sudah pasti akan berada dalam situasi yang tidak linear, bahkan penuh kontradiksi. Menurut Leslie Baxter dan Barbara Montgomery dalam Relating: Dialogues and Dialectics (1996), situasi seperti ini akan banyak melahirkan sudut pandang yang saling menandingi satu sama lain di setiap kontradiksi. Dalam konteks ini, seluruh anggota pansus harus mampu berkomunikasi dengan banyak pihak untuk mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-kontradiksi yang muncul.Hanya saja, jangan sampai negosiasi mengarah pada penggembosan pansus, melainkan berupaya memperkuat dan mempertajam temuan data.
Dalam perspektif dialektis ada empat elemen penting. Pertama, adanya totalitas hubungan antara orang-orang di pansus hak angket Bank Century dengan publik yang menuntut keterbukaan. Kedua, adanya kemampuan mengelola kontradiksi, yakni merujuk pada manajemen prilaku oposisional yang tak akan pernah bisa terhindarkan. Sangat mungkin pansus disusupi oleh orang-orang yang sengaja membuat kasus ini menjadi tidak jelas. Ketiga, harus adanya pergerakan yang dinamis atau senantiasa berproses untuk menemukan banyak hal baru yang akan mematangkan temuan data pansus. Terakhir, praxis artinya terkait dengan keputusan yang harus dibuat guna memenuhi rasa keadilan masyarakat.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar